Rabu, 16 April 2014

Pencernaan Ruminansia




SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA
(untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan)







oleh :
Ahmad Mundzir Romdhani
Waqiatus Sholiha
IQ Yurist Wardani

Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
2014


























BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
Rumen atau perut besar merupakan bagian terbesar dari susunan lambung ruminansia. Namun rumen tidak dapat dipisahkan dari ketiga bagian lainnya, oleh karena itu akan dibahas juga mengenai retikulum, omasum, dan abomasum. Di samping metabolisme dalam tubuh, pada ruminansia terjadi proses metabolisme dalam rumen oleh mikroorganisme melalui proses fermentasi pakan. Fermentasi sendiri berasal dari bahasa Latin fermentatio = dekomposisi enzimatik.
Pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pada pencernaan tersangkut suatu seri proses mekanis dan khemis dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Ruminansia?
2.      Bagaimana Anatomi dan Fungsi  Saluran Pencernaan Ruminansia?
3.      Bagaimana Proses Pencernaan pada Ruminansia?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Ruminansia
2.      Untuk mengetahui Anatomi dan Fungsi  Saluran Pencernaan Ruminansia
3.      Untuk mengetahui Proses Pencernaan pada Rumninansia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Ruminansia
Hewan ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memakan dua kali sehingga kelompok hewan tersebut dikenal juga sebagai hewan memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase.
Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi. Pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanik, fermentatif dan enzimatik. Pada pencernaan mekanik melibatkan organ seperti gigi (dentis). Pencernaan fermentatif terjadi dengan bantuan mikroba (bakteri, ptotozoa, dan fungi). Pencernaan enzimatik melibatkan enzim pencernaan untuk mencerna pakan yang masuk.
      2.2 Anatomi dan Fungsi  Saluran Pencernaan Ruminansia
2.2.1 Mulut
            Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan disebarkan ke dalam cavitas oral. Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya).
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Mekanisme sekresi saliva, di kelenjar saliva, granula ssekretorik (zymogen) yang mengandung enzim-enzim saliva dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam duktus. Organ yang berfungsi mencerna makanan secara mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis). Sapi, misalnya, mempunyai susunan gigi sebagai berikut:

3
3
-
-
-
-
-
-
Rahang atas
M
P
C
I
I
C
P
M
Jenis gigi
3
3
-
4
4
-
3
3
Rahang bawah

Keterangan :
I    = insisivus = gigi seri
C  = kaninus = gigi taring
P  = premolar = geraham depan
M  = molar = geraham belakang

1.
Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti rumput
2
Geraham belakang (Molar) memiliki bentuk datar dan lebar
3.
Rahang dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan
4.
Struktur lambung memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum.


Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa
            2.2.2        Lambung Ruminansia





a. Esophagus
            Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.
     
      b.  Rumen
            Rumen merupakan bagian saluran pencernaan vital pada ternak ruminansia. Pada rumen terjadi pencernaan secara fermentatif dan pencernaan secara hidrolitik. Pencernaan fermentatif membutuhkan bantuan mikroba dalam mencerna pakan terutama pakan dengan kandungan selulase dan hemiselulase yang tinggi. Sedangkan pencernaan hidrokitik membutuhkan bantuan enzim dalam mencerna pakan. Hewan ruminansia besar seperti sapi potong dan sapi perah dapat memanfaatkan pakan dengan kandungan nutrisi yang sangat rendah, akan tetapi boros dalam penggunaan energi.
            Rumen pada sapi dewasa merupakan bagian yang mempunyai proporsi yang tinggi dibandingkan dengan proporsi bagian lainnya. Rumen terletak di rongga abdominal bagian kiri. Rumen sering disebut juga dengan perut beludru. Hal tersebut dikarenakan pada permukaan rumen terdapat papilla dan papillae. Sedangkan substrat pakan yang dimakan akan mengendap dibagian ventral. Pada retikulum dan rumen terjadi pencernaan secara fermentatif, karena pada bagian tersebut terdapat bermilyaran mikroba. Rumen terletak disebalah kiri rongga perut, permukaannya dilapisi papila (papila lidah).




c.      Retikulum
Retikulum sering disebut hardware stomach. Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur. Fungsi retikulum sebagai tempat fermentasi membantu proses ruminasi, mengatur arus ingesta ke omasum , absorpsi hasil fermentasi dan tempat berkumpulnya benda-benda asing.




      d.       Omasum
            Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang disebut omaso abomasal orifice. Omasum terletak di sebelah kanan(reticulum), berbentuk ellips, permukaan dalamnya berbentuk laminae (perut buku) pada lamina terdapat papila untuk absorpsi.


e.   Abomasum
            Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Ph pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Fungsi abomasum sebagai tempat permulaan pencernaan enzimatis (perut sejati), dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.






f.   Usus halus (intestinum tenue)
            Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum, berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis. Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.
            Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).

g. Sekum dan kolon
            Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal (ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan.

h. Rectum
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.

2.3 Proses Pencernaan Ruminansia
Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
            Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora.
            Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).
            Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin.Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan makanan mudah untuk ditelan. Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang.
            Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa.
Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat.
Enzim-enzim tersebut adalah
1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2. Maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa
3.Laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Dari data diatas dapat   dirangkum bahwa , Pada hewan memamah biak, lambungnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.    Rumen: bagian lambung tempat penghancuran makanan secara mekanis
2.    Retikulum: bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh bakteri
3.    Omasum: bagian lambung tempat pencernaan secara mekanik
4.    Abomasum: bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim dan HCl yang dihasilkan oleh dinding abomasum
Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan.  Proses degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1) pemecahan pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa polimer menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida sederhana menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2 dan CH4.
Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi.
Keuntungan ruminansia
Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan cepat.





BAB III
KESIMPULAN
1.      Hewan ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memakan dua kali sehingga kelompok hewan tersebut dikenal juga sebagai hewan memamah / mengunyah makanannya sebanyak dua fase.
2.      Saluran pencernaan ruminansia, pencernaannya secara sistematis terdiri atas mulut, esophagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum, jejenum, ileum, secum, colon, dan rectum.
3.      Proses pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis, fermentatif, dan enzimatis.
4.      Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin).
5.      Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan.
6.      Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan cepat.






DAFTAR PUSTAKA

Cakra, I. G. L. O. 2001. Pengaruh Natrium Bikarbonat dan Natrium Karbonat Terhadap Konsentrasi Volatile Fatti Acid dan Amonia Rumen Kerbau. Majalah Ilmiah Peternakan. 4(1): 17-20.
Church, D. C. ed. 1993. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. Waveland Press, Inc. Prospect Heights, IL.
Dehority, B. A. 2004. Rumen Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Kosnoto, M. 1999. Teknologi Limbah Rumen untuk Pakan dan Pupuk Organik. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Oltjen, J. W., and J. L. Beckett. 1996. Role of ruminant livestock in sustainable agricultural systems. J. Anim. Sci. 74:1406-1409.
Prakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.
Sutardi. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.