SISTEM PENCERNAAN RUMINANSIA
(untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan)
oleh :
Ahmad Mundzir Romdhani
Waqiatus Sholiha
IQ Yurist Wardani
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ruminansia
merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut
juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin
"ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia
umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya
adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan
sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric
animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat
kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia,
maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
Rumen
atau perut besar merupakan bagian terbesar dari susunan lambung ruminansia.
Namun rumen tidak dapat dipisahkan dari ketiga bagian lainnya, oleh karena itu
akan dibahas juga mengenai retikulum, omasum, dan abomasum. Di samping
metabolisme dalam tubuh, pada ruminansia terjadi proses metabolisme dalam rumen
oleh mikroorganisme melalui proses fermentasi pakan. Fermentasi sendiri berasal
dari bahasa Latin fermentatio = dekomposisi enzimatik.
Pencernaan
adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran
pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pada
pencernaan tersangkut suatu seri proses mekanis dan khemis dan dipengaruhi oleh
banyak faktor.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Ruminansia?
2.
Bagaimana Anatomi dan
Fungsi Saluran Pencernaan Ruminansia?
3.
Bagaimana Proses
Pencernaan pada Ruminansia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Ruminansia
2.
Untuk mengetahui Anatomi
dan Fungsi Saluran Pencernaan Ruminansia
3.
Untuk mengetahui Proses Pencernaan pada
Rumninansia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Ruminansia
Hewan
ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memakan dua kali sehingga
kelompok hewan tersebut dikenal juga sebagai hewan memamah atau mengunyah
makanannya sebanyak dua fase.
Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman,
sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan
lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga
hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya
terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian
terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya
rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang
disebut ruminologi. Pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanik,
fermentatif dan enzimatik. Pada pencernaan mekanik melibatkan organ seperti
gigi (dentis). Pencernaan fermentatif terjadi dengan bantuan mikroba (bakteri,
ptotozoa, dan fungi). Pencernaan enzimatik melibatkan enzim pencernaan untuk
mencerna pakan yang masuk.
2.2 Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan Ruminansia
2.2.1 Mulut
Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan
oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat
saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan
disebarkan ke dalam cavitas oral. Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan
dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen
anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat
(sebagai anion-nya).
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi
protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin,
mucin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon
seperti testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan
N2. Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi
rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Mekanisme sekresi saliva, di kelenjar saliva,
granula ssekretorik (zymogen) yang mengandung enzim-enzim saliva dikeluarkan
dari sel-sel asinar ke dalam duktus. Organ yang berfungsi mencerna
makanan secara mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis). Sapi, misalnya, mempunyai susunan gigi sebagai berikut:
3
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Rahang atas
|
M
|
P
|
C
|
I
|
I
|
C
|
P
|
M
|
Jenis gigi
|
3
|
3
|
-
|
4
|
4
|
-
|
3
|
3
|
Rahang bawah
|
Keterangan
:
I
= insisivus = gigi seri
C
= kaninus = gigi taring
P
= premolar = geraham depan
M
= molar = geraham belakang
1.
|
Gigi seri
(Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan seperti
rumput
|
2
|
Geraham belakang
(Molar) memiliki bentuk datar dan lebar
|
3.
|
Rahang dapat
bergerak menyamping untuk menggiling makanan
|
4.
|
Struktur lambung
memiliki empat ruangan, yaitu: Rumen, Retikulum, Omasum dan Abomasum.
|
Berdasarkan
susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai
gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih
banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah
makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50%
selulosa
2.2.2 Lambung Ruminansia
a.
Esophagus
Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada
ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada
faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke
trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung.
Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik
sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.
b. Rumen
Rumen merupakan bagian saluran pencernaan vital pada ternak ruminansia.
Pada rumen terjadi pencernaan secara fermentatif dan pencernaan secara
hidrolitik. Pencernaan fermentatif membutuhkan bantuan mikroba dalam mencerna
pakan terutama pakan dengan kandungan selulase dan hemiselulase yang tinggi.
Sedangkan pencernaan hidrokitik membutuhkan bantuan enzim dalam mencerna pakan.
Hewan ruminansia besar seperti sapi potong dan sapi perah dapat memanfaatkan
pakan dengan kandungan nutrisi yang sangat rendah, akan tetapi boros dalam
penggunaan energi.
Rumen pada sapi dewasa merupakan bagian yang mempunyai proporsi yang tinggi
dibandingkan dengan proporsi bagian lainnya. Rumen terletak di rongga abdominal
bagian kiri. Rumen sering disebut juga dengan perut beludru. Hal tersebut
dikarenakan pada permukaan rumen terdapat papilla dan papillae. Sedangkan
substrat pakan yang dimakan akan mengendap dibagian ventral. Pada retikulum dan
rumen terjadi pencernaan secara fermentatif, karena pada bagian tersebut
terdapat bermilyaran mikroba. Rumen terletak disebalah kiri rongga perut, permukaannya
dilapisi papila (papila lidah).
c. Retikulum
Retikulum sering disebut hardware stomach. Fungsi retikulum adalah
sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi rumen. Retikulum berbatasan
langsung dengan rumen, akan tetapi diantara keduanya tidak ada dinding
penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan,
sehingga partikel pakan menjadi tercampur. Fungsi
retikulum sebagai tempat fermentasi membantu proses ruminasi, mengatur arus ingesta ke omasum , absorpsi hasil fermentasi dan tempat berkumpulnya benda-benda asing.
d. Omasum
Omasum
sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya berbuku-buku. Ph
omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat
lubang yang disebut omaso abomasal orifice. Omasum terletak di sebelah
kanan(reticulum), berbentuk ellips, permukaan dalamnya berbentuk laminae (perut buku) pada
lamina terdapat papila untuk absorpsi.
e. Abomasum
Abomasum
sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal orifice
adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke omasum. Ph pada
abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum terletak dibagian
kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam, maka abomasum dapat
berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa
ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan
oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal
menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat
terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik.
Fungsi abomasum sebagai tempat permulaan pencernaan enzimatis (perut sejati),
dan mengatur arus digesta dari abomasum
ke duodenum.
f. Usus halus (intestinum tenue)
Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum,
berdasarkan pada perbedaan - perbedaan struktural histologis/mikroskopis.
Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat dengan
dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu mesoduodenum.
Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian pertama dari
duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah kaudal pada sisi
kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang ke sisi kiri di
belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk bergabung dengan
jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas, menyatu ke dalam
duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.
Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum bermula dari
kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang (pada duodenum
mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan tidak ada batas yang
jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah ileum.
Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukaan ileal).
g.
Sekum dan kolon
Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan kolon
yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang
turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada
bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih
menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak ke
depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal
(ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis).
Ansa spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk
spiral ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya
membentuk spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir
dari kolon yang naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan
kolon transversal. Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut
terus ke arah kaudal menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran
pencernaan.
h.
Rectum
Merupakan
lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses
ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang
maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter
yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
2.3
Proses Pencernaan Ruminansia
Makanan
dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi
makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi
selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa
tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini
makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk
dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk
diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim
yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu
perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus
secara kimiawi oleh enzim.
Selulase
yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa
menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena
Ph yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan
untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan
ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
Sedangkan pada
sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang
kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan
marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran
yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan
dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar
dibandingkan dengan sekum karnivora.
Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses
pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan
pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya
yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).
Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan
ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan
ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin.Pencernaan
tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak
mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan
makanan mudah untuk ditelan. Mikroorganisme
dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang.
Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen
bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim
dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase
dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang
kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan
maltosa.
Enzim-enzim
lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat.
Enzim-enzim
tersebut adalah
1. Sukrase (invertase) yang merombak
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2. Maltase yang merombak maltosa
menjadi glukosa
3.Laktase yang merombak laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa.
Dari data diatas dapat dirangkum
bahwa , Pada hewan memamah biak, lambungnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.
Rumen: bagian
lambung tempat penghancuran makanan secara mekanis
2.
Retikulum: bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh
bakteri
3.
Omasum: bagian
lambung tempat pencernaan secara mekanik
4.
Abomasum:
bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim
dan HCl yang dihasilkan oleh dinding abomasum
Makanan
ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang
larut dalam air dan fruktan-fruktan. Proses degradasi dan fermentasi
karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1) pemecahan
pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa polimer
menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida sederhana
menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2
dan CH4.
Fermentasi
makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh
kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0
dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah
kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi
walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen
konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi.
Keuntungan
ruminansia
Keuntungan
ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1)
dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan
makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang
N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu
tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya,
(4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam
bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu
menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan
cepat.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Hewan ruminansia
adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memakan dua kali sehingga kelompok
hewan tersebut dikenal juga sebagai hewan memamah / mengunyah makanannya
sebanyak dua fase.
2.
Saluran pencernaan
ruminansia, pencernaannya secara sistematis terdiri atas mulut, esophagus,
rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum, jejenum, ileum, secum, colon,
dan rectum.
3.
Proses pencernaan
pada ruminansia terjadi secara mekanis, fermentatif, dan enzimatis.
4.
Pencernaan
karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan ptialin,
yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama
sekali tidak mengandung ptyalin).
5.
Makanan ruminansia
banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut
dalam air dan fruktan-fruktan.
6.
Keuntungan
ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1)
dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan
makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang
N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu
tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya,
(4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam
bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu
menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan
cepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Cakra, I. G.
L. O. 2001. Pengaruh Natrium Bikarbonat
dan Natrium Karbonat Terhadap Konsentrasi Volatile Fatti Acid dan Amonia Rumen
Kerbau. Majalah Ilmiah Peternakan. 4(1): 17-20.
Church, D. C. ed. 1993. The Ruminant Animal Digestive
Physiology and Nutrition. Waveland Press, Inc. Prospect Heights, IL.
Dehority, B.
A. 2004. Rumen Mikrobiology.
Nottingham: Nottingham University Press.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Frandson, R.
D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Yogyakarta: UGM Press.
Kosnoto, M. 1999. Teknologi Limbah
Rumen untuk Pakan dan Pupuk Organik. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga.
Oltjen,
J. W., and J. L. Beckett. 1996. Role of ruminant livestock in sustainable
agricultural systems. J. Anim. Sci. 74:1406-1409.
Prakkasi, A.
1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Ruminan. Jakarta: UI Press.
Sutardi.
1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor:
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.